Fahrul Fauzi; Kasus Kekerasan Dan KDRT Dominan Masuk UPTD PPA

KabarinBekasi, CIKARANG PUSAT- Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD ) Dinas Perlindungan Perempuan Dan Anak Kabupaten Bekasi, Fahrul Fauzi mengungkapkan terkait peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di rahun 2023 cenderung belum bisa dikatakan bisa naik atau pun turun angkanya yang di tangani unit kerjanya.

“Kalau bicara kenaikan belum melihat secara jelas karena sampai bulan september ini kasusnya baru 185 kasus. Kalau di bandingkan dengan tahun 2022 lalu sekitar 226. Nanti kita bisa melihat ada atau tidaknya setelah bulan desember mendatang dan nantinya bisa dilihat secara kseluruhan apakah kasus yang tertangani stagnan, jalan ditempat atau meningkat maupun sebagainya,”ungkapnya kepada KabarinBekasi.

Upaya yang dilakukan UPTD PPA sendiri dalam mengawal kasus yang terjadi, papar Pria yang disapa Fauzi menuturkan bahwa unitnya awalnya hanya 6 pelayanan diantaranya pengolahan kasus, pengaduan/laporan, mediasi, pendampingan, penjangkauan yang mana nanti menjadi 11.

“Nanti akan ada transformasi pelayanan yang semula 6 menjadi 11 pelayanan, dimana berdasarkan pada amanat UU No 12 Tahun 2022 Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS),”papar dia

Pria yang tinggal di Serang Baru mengatakan untuk penyelesaian kasus yang di tangani UPTD PPA dalam satu hari itu tergantung bisa 3 sampai 7 kasus, tetapi rata rata sekitaran 1 hingga 2 kasus penanganannya.

“Penanganan kasus itu bukan hanya sekali ada yang 3 bulan baru selesai, bahkan sampai 1 tahun apalagi terkait penelantaran anak, perebutan hak asuh,termasuk didalamnya TPKS juga apabila yanf berat bisa sampai berbulan bulan penyelesaiannya,”terang dia.

Kasus yang lebih mendominan masuk dalam laporan UPTD PPA sendiri kata dia, kasus kekerasan dan kdrt. Laporan ini yang lebih mendominan masuk,”lanjut dia.

Fauzi menambahkan bahwa unitnya pernah di datangi Kejati Jabar dan Kejari Kab Bekasi terkait kasus anak distabilitas yang mana kasusnya di tangani Polda Metro Jaya dan kasusnya agak lambat lantaran jaksa butuh keyakinan karena harus melakukan otopsi ulang dan sample yang ada dikorban.

” Karena jaksanya butuh keyakinan alat bukti maka dilakukan tes dna untuk identifiaksi,”pungkas dia (kb)