Budiyanto Tegaskan Siap Hadapi Manuver Hukum Hartono

CIKARANG PUSAT – Pengusaha yang juga Politisi, Budiyanto, menegaskan siap menghadapi sejumlah laporan dan gugatan hukum yang dilakukan salah seorang pengusaha limbah di Cikarang, Hartono M Fadli.

Budiyanto pun mengaku memiliki data otentik untuk mengcounter sejumlah laporan kepada dirinya tersebut, baik di Polrestro Bekasi, Polsek Cikarang Pusat maupun di Pengadilan Negeri (PN) Cikarang Kabupaten Bekasi.

Hal itu disampaikan Budiyanto saat memberikan keterangan kepada para awak media atau Konferensi Pers (Konpers) dengan didampingi Kuasa Hukumnya, Muhammad Ikbal, di kantor Budiyanto Corporation Komplek Ruko Icon City Kota Deltamas Desa Jayamukti, Kecamatan Cikarang Pusat, Selasa (08/02/2022).

Seperti diketahui, Hartono melaporkan Budiyanto sebanyak empat laporan. Tiga laporan di Polrestro Bekasi dan satu laporan di Polsek Cikarang Pusat, serta ada dua gugatan perdata di PN Cikarang.

Budiyanto pun sudah membuat laporan balik ke Polrestro Bekasi karena adanya bukti yang diduga dimanipulasi sehingga statusnya palsu dan dijadikan dasar bukti pelaporan.

“Bagi saya ini adalah mungkin harga diri. Hari ini adalah bagaimana saya sebagai pribadi dan sebagai Anggota DPRD sebetulnya malu dengan adanya laporan-laporan ini. Karena dengan tidak adanya counter attack maka saya akan dianggap penjahat, penipu, penggelap dengan apa-apa yang dituduhkan. Saya sebagai pribadi tidak ada pilihan, harus dihadapi. Saya harus menyiapkan ini apapun resikonya dan tidak ada lagi rasa takut yang harus saya simpan,” ungkap Budiyanto.

Di hadapan para awak media, Budiyanto juga menyatakan siap jika harus melakukan sumpah pocong atau sumpah “mubahalah” di tengah proses hukum yang saat ini sedang berjalan.

“Iya saya sempat terpikirkan sumpah pocong aja dah. Siapa yang bohong dia yang dilaknat oleh alam. Karena kami ini orang-orang yang sebetulnya dalam konteks agama ini sangat menjaga sebenarnya,” terangnya.

Dalam kesempatan tersebut, Budiyanto menjelaskan awal mula hubungan antara dirinya dengan Hartono dalam kaitan pengelolaan limbah di PT Hankook Tire Indonesia.

Dirinya mengatakan jika persoalan ini muncul akibat adanya persaingan usaha di terkait PT. Hankook Tire Indonesia.

Dimana dari awal secara bisnis, limbah Hankook adalah milik Budiyanto dalam konteks kerjasama melalui orang kepercayaannya yaitu Doni Ardon.

“Karena waktu itu saya menjadi Anggota DPRD dan belum punya perusahaan khusus limbah, ketika saya mendapatkan kepercayaan dari Hankook maka saya meminta kepada Doni Ardon untuk mendapatkan surat kuasa dari salah satu perusahaan, yaitu CV Rifki Jaya Mandiri milik Pak Haji Sarim, sehingga akhirnya keluarlah SPK dari PT Hankook Tire Indonesia melalui PT. Hankook TRS Indonesia ke CV. Rifki Jaya Mandiri,” jelasnya.

Namun karena di tengah perjalanan ada persoalan non teknis mengenai pengkondisian di lapangan, akhirnya Budiyanto menemui orang-orang yang bisa menjalin kemitraan untuk membantu kondisi di lapangan dan informasinya sudah ada kesepakatan bahwa Hartono melalui pengacaranya Hendrik Kauli sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp.2 milyar untuk keperluan pengkondisian di lapangan.

Saat itupun ada rencana untuk pengalihan dari CV Rifky Jaya Mandiri ke PT Harrosa Darma Nusantara, hanya saja pihak Korea tidak berkenan karena pihak Korea percaya sepenuhnya kepada Budiyanto, sehingga akhirnya dibuatlah perusahaan baru yaitu PT Putra Cikarang Bersama (PCB) dengan komposisi saham Hartono 80 persen dan Budiyanto 20 persen.

Kemudian pada tanggal 20 Oktober 2015, Hartono meminta keluar dari PCB sehingga menurut Budiyanto, sejak saat itu Hartono sudah tidak ada hak secara hukum di PCB.

“Tetapi pengambilan barang limbah tetap full semua diambil. Celakanya lagi selama Oktober 2015 sampai 2021 sepeserpun tidak ngasih dan tidak berbagi ke saya. Kemudian di bulan Juli 2021 tahu-tahu turun kebijakan dari Hankook Tire pusat bahwa ada pemutusan kerjasama ke mitra utamanya PT. Hankook TRS Indonesia selaku perusahaan antara yang bekerjasama dengan perusahaan lokal dan hal tersebut disampaikan ke saya dan Hartono. Akhirnya Korea menyerahkan ke saya, tetapi dengan catatan tidak lagi kerjasama dengan Hartono karena adanya dugaan pencurian ribuan ton limbah di PT Hankook Tire Indonesia,” terangnya.

Setelah mendapat informasi pemutusan kerjasama tersebut, Hartono pun menugaskan dua orang yaitu Pengacaranya Hendrik Kauli dan Rini Maesaroh selaku Konsultan Pajaknya.

Proses dilakukan selama dua minggu dengan membawa misi untuk meminta agar uang Hartono yang katanya sebesar Rp.2 milyar untuk dikembalikan. Namun dalam prosesnya angka tersebut naik menjadi Rp.2,5 milyar, kemudian Rp.2,75 milyar hingga Rp.3 milyar dan Budiyanto meng-iya-kan.

Kemudian Budiyanto mendapat informasi jika PT Hankook di demo karena kendaraan Hartono tidak diperbolehkan untuk masuk kedalam areal pabrik, karena kontrak kerjasama sudah berakhir per tanggal 31 Agustus 2021, sehingga praktis pada tanggal 1 September 2021 sudah selesai dengan sendirinya dan belum diperpanjang.

Budiyanto pun mengaku berusaha untuk menghindari potensi konflik dengan Hartono mengingat dirinya adalah seorang Politisi.

“Ternyata di proses negosiasi sampai 1 September, di dalam dokumen ini sudah ada beberapa laporan polisi, tanggal 25 Agustus 2021 sudah masuk laporan penipuan dan penggelapan mesin di Polsek Cikarang Pusat. Tanggal 23 September pelaporan di Unit II Harda Polrestro Bekasi. Satu lagi pada tanggal 8 Desember ada laporan penipuan dan penggelapan lagi di Polrestro Bekasi. Kemudian ada gugatan tanggal 29 September terkait pemutusan kontrak, disini saya digugat Rp.18 milyar, serta tanggal 10 November ada gugatan mengenai mesin dengan gugatan Rp.4,4 milyar,” tandasnya. (dj)