CIKARANG TIMUR – Sisa hasil proses produksi pabrik (limbah) yang ada di wilayah Kabupaten Bekasi masih menjadi usaha primadona bagi kalangan pengusaha asal Bekasi maupun luar Bekasi.
Tidak jarang akibat limbah pabrik dari hasil produksi kerap menimbulkan konflik sosial dikalangan masyarakat bahkan seringkali terjadi bentrokan antar massa karena saling berebut hanya gegara limbah sehingga kondusifitas masyarakat dan investasi terganggu yang pada akhirnya membuat para investor tidak nyaman berusaha dan bisa saja hengkang dari kabupaten bekasi dan yang merugi kita semuanya.
“Pemkab Bekasi sudah saatnya mengambil langkah dan kebijakan tegas dalam menyelesaikan konflik limbah pabrik. Kabupaten Bekasi sebagai daerah otonom harus mengambil alih tata kelola sampah (penata usahaan) sisa hasil proses produksi pabrik (limbah) dengan menunjuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),” ungkap Ketua Umum SNIPER Indonesia Gunawan dalam siaran pers kepada Kabarinbekasi.com, Selasa (12/10/2021)
Menurut dia, Nol kan saja sisa hasil proses produksi pabrik (limbah) yang saat ini bernilai ekonomis menjadi sampah, karena dalam UU tentang persampahan sudah sangat jelas ketentuan umumnya bahwa sisa hasil proses produksi (limbah) adalah merupakan sampah.
“Mungkin hanya di Kabupaten Bekasi, sisa hasil proses produksi pabrik (limbah) ditetapkan oleh pemerintah daerah menjadi limbah yang bernilai ekonomis. Hal inilah yang menjadi pokok masalah dan menjadi rebutan.” ujarnya.
Pria yang akrab di sapa Kang Gun mengatakan bahwa kedepannya harus ada BUMD kabupaten bekasi yang melaksanakan pengelolaan sampah dari mulai pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan semuanya diatur oleh BUMD.
“Caranya cabut Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 9 Tahun 2007 tentang Izin Limbah Non B3 Yang Bernilai Ekonomis diganti oleh peraturan daerah yang mengatur tentang tata kelola sampah di kabupaten bekasi, didalamnya memuat ketentuan dan materi muatan bahwa sisa hasil proses produksi pabrik adalah sampah.” tukasnya.
Kemudian, kata dia pengusaha yang sudah mengeloal limbah pabrik selama ini tetap biarkan saja mengangkut dari pabrik. Bedanya mereka tidak membeli lagi ke perusahaan atas limbah tersebut tetapi mereka cukup membayar biaya rertribusinya ke pemkab bekasi atas pengangkutan limbahnya yang lokasi penampungannya sudah disediakan oleh pemerintah sebagai tempat pembuangan sampah pabrik.
“Para pengusaha limbah ditempat penampungan tersebut silahkan memilahnya sampah-sampahnya yang masih bisa dilelola karena sampah pabrik yang selama ini mereka angkut bukan lagi limbah bernilai ekonomis tapi sudah menjadi sampah sebagaimana diatur dalam peraturan daerah nanti.” kata dia.
“Kalau kebijakan ini dilakukan, bagi pemkab bekasi akan mendapatkan asupan pendapatan asli daerah (PAD) yang cukup besar dari sektor sampah dan uangnya diberikan lagi kepada rakyat kedalam bentuk pembangunan daerah.” sambung dia
Disisi lain para pelaku usaha limbah maupun masyarakat tidak akan lagi terus terusan saling berebut limbah pabrik karena sudah diatur oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi. (dj)