JAKARTA – Pj Bupati Bekasi, Dani Ramdan mengatakan, kawasan hutan mangrove yang ada di Kecamatan Muaragembong perlu dilakukan revitalisasi kawasan lindung sebagai bentuk pemulihan struktur, fungsi, dinamika populasi, keanekaragaman hayati dan ekosistem.
Hal ini disebabkan kondisi hutan yang rusak akibat abrasi pantai, dan ekosistem yang sudah terdegradasi karena sebelumnya luas hutan mangrove di wilayah tersebut mencapai 10.481,15 hektar. Namun kondisi saat ini sebanyak 93,5 persen dialihfungsikan menjadi tambak dan lahan pertanian masyarakat.
“Dalam penetapan kawasan hutan di Kabupaten Bekasi, kawasan hutan lindung luasnya mencapai 10 ribu hektar. Tapi kondisi saat ini sekitar 93,5 persen dari total kawasan hutan telah diokupasi/dirambah masyarakat. Kami memiliki usulan berdasarkan kondisi diatas, maka kawasan mangrove perlu dilakukan revitalisasi kawasan lindung untuk mengembalikan alih fungsinya,” ucapnya dalam Rapat Koordinasi Penanganan Abrasi dan Revitalisasi Hutan Mangrove Kecamatan Muaragembong, yang berlangsung di Gedung Ditjen Tata Ruang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Selasa (27/9).
Dirinya menambahkan, pelaksanaan penanganan abrasi dan revitalisasi kawasan mangrove ini perlu dilakukan secara terpadu dan terintegrasi yang melibatkan seluruh pihak, serta dalam meningkatkan efektivitasnya dapat dipertimbangkan pula untuk ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Pelaksanaan ini perlu dilakukan secara terpadu dan terintegrasi, oleh karena itu untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi pelaksanaanya kiranya dapat dipertimbangkan untuk ditetapkan sebagai PSN,” katanya.
Lebih lanjut, Dani memaparkan fakta akibat abrasi tersebut yakni pertama, wilayah daratan Kabupaten Bekasi telah berkurang seluas 2.338,85 hektar, kedua, luas wilayah Kabupaten Bekasi mengalami inundasi seluas 1.700 hektar, dan ketiga, 90 persen kawasan hutan di Kabupaten Bekasi telah mengalami alih fungsi menjadi tambak, mengancam habitat flora dan fauna.
“Fakta pertama kondisi saat ini garis pantai di tiga desa pesisir Pantai Bahagia, Pantai Bakti dan Pantai Sederhana terjadi kemunduran di beberapa abad. Luas area yang dihitung kurang lebih 1.900 hektar, dimana sebagian besar area tersebut dulunya merupakan hutan mangrove yang melindungi garis pantai. Kedua, laju abrasi cukup tinggi mengakibatkan tingginya frekuensi banjir rob hingga dua kali sebulan, sehingga tergenangnya seluruh infrastuktur, rumah, sarana pendidikan dan mata pencaharian masyarakat,” tandasnya.
Terakhir, Dani mengatakan usai tahap akhir dari persetujuan subtansi RTRW Provinsi Jawa Barat bahwa dalam kawasan abrasi tersebut telah ditetapkan sebagai Holding Zone, sehingga Kawasan Hutan Mangrove tersebut memiliki kejelasan dan dasar hukum, sambil menunggu ditetapkannya Perda RTRW Provinsi Jawa Barat.
“Terkait surat kami mengenai revitalisasi, saat ini sudah tahap akhir dari persetujuan substansi bahwa dalam revisi tersebut kawasan abrasi ini ditetapkan sebagai Holding Zone artinya daerah yang segi status hutan tapi eksistingnya non hutan. Ternyata dari penjelasan Provinsi tadi dengan Holding Zone bisa memperkuat upaya kita karena dalam batang tubuhnya sudah ada indikasi programnya.” pungkasnya.
Sementara itu, menurut Asisten Perekonomian dan Pembangunan Provinsi Jawa Barat, Mohamad Taufiq Budi Santoso menetapkan bahwa Raperda RTRW Provinsi Jawa Barat yang mengatur Penanganan Kawasan Hutan Lindung di Muaragembong menggunakan solusi Holding Zone (Zona Tunda) sesuai dengan Permen ATR No. 14 Tahun 2021.
“Penanganan abrasi di Kabupaten Bekasi ini masuk dalam program Ranperda RTRW Provinsi Jawa Barat Tahun 2022-2042, pengaturannya meliputi arahan pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang dan indikasi program yang melibatkan kewenangan multisektor. Sehingga ditetapkan sebagai kawasan Holding Zone,” pungkasnya.
Ia menjelaskan, terdapat indikasi program penanganan abrasi dan revitalisasi dalam Ranperda RTRW Provinsi Jawa Barat, yakni program Sumber Daya Alam, pemeliharaan kawasan lindung, dan program penanggulangan bencana.
“Sudah dicantumkan program-program yang akan dilakukan yaitu pertama jaringan sarana prasarana untuk program SDA meliputi pengendalian banjir, pengamanan pantai, kemudian pemeliharaan kawasan lindung, dan pengantisipasian penanggulangan bencana jika terjadi banjir rob,” tambahnya.
Terakhir, ia menyampaikan percepatan penertiban Persetujuan Substansi dari Kementerian ATR/BPN akan dilakukan pada tanggal 1 Oktober 2022, sehingga proses penetapan Raperda RTRW Provinsi Jawa Barat oleh DPRD dapat dilakukan pada minggu ke-3 bulan Oktober 2022. (KB)